PEDOMAN BERACARA

Pedoman Umum

Permohonnan (Volunter)

1) Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama di tempat tinggal Pemohon secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah (Pasal 142 ayat (1) RBg / Pasal 118 ayat (1) HIR ).

2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, permohonan tersebut dicatat oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk (Pasal Pasal 144 RBg / 120 HIR).

3)  Permohonan  didaftarkan  dalam  buku  register  dan  diberi nomor perkara setelah Pemohon membayar panjar biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Agama/  mahkamah syar’iyah  (Pasal 145 ayat (4) RBg / Pasal  121  ayat  (4)  HIR).

4)   Perkara permohonan  harus  diputus  oleh  Hakim  dalam bentuk penetapan.

5)   Pengadilan Agama/mahkamah syar’iyah berwenang memeriksa dan mengadili perkara permohonan sepanjang ditentukan  oleh  peraturan  perundang-undangan dan/atau jika ada kepentingan hukum.

6)   Jenis-jenis   permohonan   yang   dapat   diajukan   melalui Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah antara lain:

a)  Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua (Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan).

b)  Permohonan  pengangkatan  wali/pengampu  bagi orang dewasa  yang  kurang  ingatannya  atau  orang  dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun (Pasal 262 RBg / Pasal 229 HIR ).

c)  Permohonan  dispensasi  kawin  bagi  pria yang  belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur  19  tahun  (Pasal  7  ayat  (1)  Undang- undang Nomor 16 Tahun 2019).

d)  Permohonan izin kawin bagi calon mempelai yang belum berusia  21  tahun  (Pasal  6  ayat  (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).

e)  Permohonan  itsbat  nikah  yang  diajukan  oleh  kedua suami isteri.

f)  Permohonan pengangkatan anak (Penjelasan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

g) Permohonan  untuk  menunjuk  seorang  atau  beberapa orang wasit (arbiter) oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (arbiter) (Pasal 13  dan  14  Undang-undang  Nomor  30  Tahun  1999 tentang     Arbitrase     dan     Alternatif     Penyelesaian Sengketa).

h)  Permohonan  sita  atas  harta  besama  tanpa  adanya  gugatan  cerai dalam hal salah satu dari suami isteri melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan  harta  bersama  seperti  judi,  mabuk, boros dan sebagainya (Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam).

i)  Permohonan izin untuk menjual harta bersama yang berada dalam status sita untuk kepentingan keluarga (Pasal 95 ayat (2) Kompolasi Hukum Islam).

j)   Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan mafqud (Pasal 96 ayat (2) dan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam).

k)  Permohonan penetapan ahli waris (Penjelasan Pasal 49 huruf (b) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

Permohonnan (Contentius)

1)  Gugatan diajukan secara tertulis yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 142 ayat (1) RBg / Pasal 118 ayat (1) HIR ).

2) Penggugat yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, selanjutnya Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah atau Hakim yang ditunjuk   oleh   Ketua   Pengadilan   Agama/   mahkamah syar’iyah mencatat gugatan tersebut (Pasal 144 RBg / Pasal 120 HIR ).

3)  Gugatan  disampaikan  kepada  Pengadilan  Agama/ mahkamah  syar’iyah,  kemudian  diberi  nomor  dan didaftarkan dalam buku register setelah Penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 145 ayat (4) RBg / Pasal 121 ayat (4) HIR ).